MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Jumat, 28 September 2012

Tradisi Nyirih di Kecamatan Gangga

Salah seorang warga gangga sedang Nyirih


GANGGA (KM Sambi Warga) - Bagi kebanyakan orang makan sirih kelihatan kurang sopan  karena gigi kelihatan merah, air sirih diludahi sembarang tempat sehingga terlihat jorok serta gigi terlihat tak cantik.
Namun dibalik tradisi yang dianggap kurang sopan itu, kegiatan Nyirih berkhasiat tinggi, bisa menguatkan gigi. Tak heran para manula atau orang-orang jompo yang masih Nyirih giginya tetap utuh dan kuat untuk mengunyah biji-bijian yang keras, seperti biji kedelai, biji asem, biji belinsak, dan lain-lain. Sirih itu harus ganjl baru menjadi genap, artinya bahan-bahannya itu harus pinang, gambir, kapur, tembakau dan daun sirih. Jumahnya lima tapi orang-orang yang suka Nyirih menyebutnya genap. Bahan-bahan sudah genap (seharusnya bahan-bahan sudah lengkap-red).
Di beberapa desa di Kecamatan Gangga seperti Sambik Bangkol, Genggelang, Rempek, dan Bentek, kebiasaan Nyirih ini masih terpelihara kuat bahkan diwariskan dari generasi ke generasi. Di Dusun Lenek Desa Bentek, Dusun Sejuik dan Montong Pal Desa Rempek dan Dusun Kelongkong Desa Sambik Bangkol, sebagian besar orang tua bahkan anak-anak muda terbiasa Nyirih. Mereka tidak canggung melakukan kegiatan yang identik dengan orang tua itu. Namun, anak-anak muda ini Nyirih tidak setiap hari. “Saya Nyirih tak setiap hari. Jika ada acara baru saya Nyirih,” ucap Yoga, pemuda dari Rempek.
Bahan-bahan untuk Nyirih itu menjadi hadiah yang amat istimewa bagi para orang tua di Sambik Bangkol dan Rempek. Di beberapa tempat misalnya, bahan-bahan Nyirih itu menjadi “upah” untuk dukun. Selain itu, bahan-bahan Nyirih itu juga menjadi bahan yang disajikan dalam sesajen pada berbagai ritual keagamaan.
Kalau kalangan muda perokok, rokok menjadi bahan mengenalkan dan mempererat hubungan perkawanan, atau bahan untuk sosialisasi dan mengakrabkan diri kepada orang lain. Menawarkan rokok pada orang yang belum dikenal atau baru dikenal bisa membuat membuat lebih akrab. Dengan kata lain, menawarkan rokok dapat menjadi medium pemelihara dan mempererat tali persahabatan. Bagi para orang tua yang masih Nyirih, menawarkan bahan-bahan Nyirih tersebut menjadi media memperkuat hubungan sosial mereka.  (Anda)     

Illegal Logging Akibatkan Aliran Sungai Kering

Sungai kering akibat aktivitas pembalakan liar


GANGGA (KM Sambi Warga), Kejahatan menebang hutan yang telah terjadi di beberapa kawasan hutan di Kecamatan Gangga telah membawa preseden buruk bagi masyarakat di wilayah setempat, bahkan masyarakat Lombok Utara.  Pasalnya sungai di beberapa wilayah sedang mengalami kekeringan musim kemarau saat ini. Padahal, dulu pada musim kemarau pun aliran sungai bisa mengalirkan air dalam volume yang besar. Namun, pada musim kemarau saat ini kebanyakan sungai-sungai yang ada hanya mengalirkan air sangat sedikit, bahkan ada yang kering kerontang akibat debit air habis gara-gara ulah oknum yang serakah dan tidak bertanggung jawab.
Hal ini dibuktikan dengan adanya fakta di lapangan dan bahkan beberapa kejadian telah mempertegas adanya pembalakan liar di kawasan hutan lindung. Kondisi ini pula yang semakin memperlihatkan keadaan hutan saat ini memang sedang tersandung masalah. Oleh karena itu, aktivitas pembalakan liar (illegal logging) menjadi biang mengurang drastisnya debit air di bagian hulu sungai.  
Banyak kalangan mengamini, penebangan hutan secara membabi buta membuat daya tahan tanah dalam menampung air berkurang sehingga debitnya mengecil. Hulu sungai memiliki peran vital untuk menjaga keseimbangan air. “ Serius mari kita lihat kondisi hutan di hulu-hulu sungai (kawasan hutan Kecamatan Gangga-red). Jika memang layak tentu tidak seperti ini, ” tutur Jakaria, salah seorang warga Bentek.
Menurut Jakaria, ada unsur keseimbangan dalam alam. Kalau pun Kecamatan Gangga disebut sebagai siklus, seyogiyanya terjadi sejak beberapa puluh bahkan ratusan tahun yang silam. Nyatanya, kekeringan pada beberapa daerah aliran sungai di wilayah di Kecamatan Gangga itu baru terjadi beberapa tahun terakhir. “ Harus konsisten dan faktual kalau ini dibilang siklus. Sejak kapan terjadinya, ” tanya dia. “ Kekeringan di beberapa aliran sungai ini kan muncul setelah kayu-kayunya sudah habis, ” tambahnya semangat.
Pria bertubuh kekar dan tegap ini kemudian menuding, “mafia” di hutan hulu sungai itu masih terjadi hingga saat ini meskipun dia tidak dapat menyebutkan orang-orangnya. Ada oknum-oknum yang ingin merusak vegetasi di Kecamatan Gangga. Meski beberapa minggu lalu telah ditangkap sebagian pelakunya, tapi bukan berarti oknumnya tidak ada lagi. Selama aktivitas tersebut belum dihentikan, jangan harap debit air bisa mengalir lagi, bahkan mungkin akan terjadi terhentinya air mengalir. “Ini pilihan sebetulnya. Kalau pemerintah Kabupaten Lombok Utara mau perihatin atas kondisi yang sedang terjadi, mari kita tegas terhadap para pembalak,” tantangnya.
Ardhi, salah seorang tokoh masyarakat Bentek, menawarkan beberapa solusi bagi pemerintah daerah dan stakeholders terkait agar kekurangan debit air di Kecamatan Gangga tidak terulang kembali pada tahun-tahun mendatang. Pertama, pemerintah Lombok Utara harus mengevaluasi kembali perlindungan hutan di Kecamatan Gangga khususnya dan Lombok Utara pada umumnya. Jika hasil evaluasi itu kemudian menemukan adanya mafia yang mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi, harus segera ditindak tegas, tanpa pandang bulu.
Kedua, pemerintah daerah harus punya upaya mengembalikan fungsi hutan. Cara yang perlu dilakukan diantaranya menggelar program reboisasi atau penghijauan kembali. “Kembalikan fungsi hutan seperti semula terutama kawasan serapan air,” terangnya. Yang penting harus ada upaya. Jangan sampai hanya menyalahkan alam saja sebagai biang keladi terjadinya keadaan demikian. (DJ)    

Pembentukan Panitia Pilkades Bentek Berlangsung Alot dan Demokratis

Peserta Rapat Pembentukan Panitia Pilkades Desa Bentek


GANGGA (KM Sambiwarga) – Merujuk penjelasan pasal 2 ayat 1 Perda Lombok Utara No.3 Tahun 2011 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pelantikan, pemberhentian Kepala Desa dan pembentukan Badan Permusyawaratan Desa, BPD memberitahukan Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. Konsekuensinya, BPD harus melakukan persiapan awal pemilihan kepala desa dengan membentuk panitia pemilihan empat bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa sesuai petunjuk yang diatur dalam perda. Demikian diungkapkan Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Gangga, Syarifuddin ketika memberikan sambutan saat pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa Bentek yang digelar BPD desa setempat belum lama ini.
            Pria kelahiran Bima ini kemudian mengatakan, petunjuk yang diatur dalam Perda Kabupaten Lombok Utara dengan jelas menegaskan tugas panitia Pilkades antara lain merencanakan, dan mengusulkan biaya pemilihan kepada BPD, mengumumkan kepada masyarakat desa bersangkutan mengenai akan diadakannya pemilihan Kepala Desa. Selain itu, tambah Syarifudin, tugas panitia juga melaksanakan pendaftaran pemilih, melaksanakan penjaringan bakal calon dan menerima pendaftaran bakal calon Kepala Desa, menetapkan dan mengumumkan calon Kepala Desa yang berhak dipilih dalam kontestasi pilkades, serta menetapkan waktu dan tempat pemungutan suara, maupun melaksanakan dan menghadiri pemilihan hingga selesai.
            Rapat pembentukan panitia pemilihan tersebut berlangsung alot dan demokratis. Forum dihujani badai intrupsi dari peserta. Meskipun begitu, rapat berjalan aman, tertib dan demokratis. Rapat itu dihadiri Kepala Desa Bentek, Kasi Pemerintahan Kecamatan Gangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat serta perangkat Desa Bentek. Dalam rapat tersebut, forum memberikan amanah kepada H. Sumadi, sebagai Ketua Panitia didampingi oleh Sarjono (Sekretaris) dan Yurdi (Bendahara).
Ketua BPD Desa Bentek, Wardi, mengatakan, panitia terpilih harus senantiasa berkoordinasi satu sama lain. “Saya harapkan setelah pemilihan ini, ketua, sekretaris, dan bendahara supaya saling berkoordinasi satu sama lain , baik di tingkat Desa, BPD, maupun Kecamatan,” ujar Wardi disela-sela membacakan hasil rapat di depan forum.
Sementara itu, seorang anggota rapat, Jakirdi, menyarankan BPD agar secepatnya membuat berita acara dan melaporkan hasil rapat pembentukan Panitia Pilkades Bentek kepada pemerintah kecamatan. “Ini penting agar proses pelaksanaan pemilihan kepala desa beberapa hari mendatang bisa berjalan sesuai harapan,” tuturnya berapi-api.
Sebelum rapat ditutup, Ketua Panitia terpilih, H. Sumadi, juga menyampaikan sekapur sirih. Bahwa dirinya terpilih sebagai ketua untuk yang kedua kalinya atas kepercayaan penuh masyarakat Bentek. Ini karena pada pemilihan kepala desa 2006 ia juga memegang posisi yang sama. “Terima kasih atas kepercayaan rekan-rekan yang telah memilih saya menjadi ketua pemilihan kepala desa tahun ini. Beban yang saya pikul ini sangat berat, oleh karenanya bantuan semua pihak sangat saya harapkan demi kelancaran proses pilkades tahun ini, baik Kepala Dusun, BPD maupun para tokoh masyarakat se Desa Bentek. Mari kita saling dukung. Jika kami salah silakan ditegur dan dikoreksi,” tandasnya.
Setelah rapat usai, H. Sumadi kemudian mengadakan rapat pengisian komposisi kepanitian. Rapat kilat yang dihelat mulai jam 11.00 wita tersebut berhasil melengkapi kepanitiaan Pilkades Desa Bentek tahun 2012 sesuai aturan yang tercantum di dalam Perda KLU. (DJ)


Menyimpan Padi di Sambi, Tradisi yang Nyaris Punah di Kecamatan Gangga


LUMBUNG PADI
 GANGGA (KM Sambiwarga) – Warga Kecamatan Gangga menyimpan padi di lumbung padi disebut Sambi. Sambi itu dijadikan gudang pangan saat gagal panen. Sekarang tradisi menyimpan padi di sambi ini rupanya mulai ditinggalkan. Kemudahan akses transportasi dan pasar membuat masyarakat mendapatkan bahan pangan.
            BANGUNAN berbentuk persegi empat itu terlihat kumuh. Atap ilalangnya rontok. Pagar bambu dibangun berbentuk kotak itu bolong di beberapa bagian. Tiangnya pun oleng. Melihat di balik lubang hanya ada ruang kosong. Tak ada padi laiknya bangunan yang lain. Bangunan itu dikenal masyarakat Desa Gondang dan Desa Bentek dengan nama Sambi atau lumbung padi, tempat penyimpanan gabah sebelum digiling. Posisinya cukup tinggi dari tanah dan tertutup rapat, membuat tikus sangat kesulitan masuk menggerogoti gabah yang tersimpan. Sistem penyimpanan di sambi menjadi kebiasaan di Bentek, Gondang, Rempek dan tempat lainnya di Kecamatan Gangga.
            Saat butuh makan, gabah di dalam sambi diambil secukupnya. Kemudian digiling menggunakan lesong (rantok, lesung panjang berbentuk laiknya perahu, red). “Dahulu setahun kami tidak membeli beras, ada cadangan di sambi,” kata Seman, Warga Bentek. Padi yang disimpan di sambi sudah diperkirakan cukup untuk cadangan pangan keluarga selama setahun. Sementara lauk pauk dan sayur mayur masih bisa disediakan pekarangan rumah atau areal sawah. Hasil ternak juga masih cukup.
            Padi dipanen dengan sistem potong menggunakan anai-anai, kemudian disimpan di dalam sambi. Ada juga warga yang menyimpan di dalam karung lalu dimasukkan ke dalam bangunan yang berada di bagian sisi rumah itu. Zaman dulu, satu rumah biasanya memiliki satu sambi. Pemandangan seperti itu lumrah dijumpai di kampung-kampung tradisional di Gangga, khususnya di Desa Bentek dan Desa Rempek.
            Namun, saat ini sangat jarang bahkan langka para kepala keluarga memanfaatkan sambi di dua desa itu. Jika dulu para keluarga belum tenang sebelum sambi kosong, tapi kini justru jarang sambi yang sengaja diisi. Bahkan fenomena ini pertanda mereka akan meningggalkan tradisi nenek moyang.
            Sambi yang rusak pun tidak diperbaiki. Bahkan kebanyakan warga di dua desa ini  tidak lagi memiliki sambi. Ini menandakan tradisi menyimpan padi di sambi perlahan-lahan mulai bergeser. Kemudahan warga mendapatkan bahan makanan menjadi salah satu penyebab. Jika dulu kawasan Bentek dan Rempek berada di tengah kawasan hutan lebat, akses transportasinya cukup jauh, kini amat mudah diakses. Begitu juga dengan sambi di Desa Gondang dan Sambik Bangkol, perlahan nan pasti mulai berkurang. Kesan yang muncul kemudian, Sambi adalah pasangan setia rumah tradisional berbahan bambu.
            Hilangnya sambi juga berimplikasi pada sistem panen petani. Dulu para petani panen menggunakan anai-anai dan pisau kecil untuk memotong tangkai padi. Tidak dengan merontokkan bulir padi (sistem merompes-red). Seluruh padi yang tersimpan di dalam sambi diikat dengan kuat. Setidaknya ada alasan logis yang membuat sambi masih bertahan hingga saat ini dibeberapa tempat di Gangga, yaitu padi yang disimpan di dalam sambi tidak cepat rusak karena masih yang bertangkai lengkap dengan bulunya. (DJ)