MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Selasa, 24 Desember 2013

Penghulu Agung Ampenan, Dermaganya para Saudagar

Pantai Agung Ampenan
GANGGA (SAMBI WARGA), Berabad lamanya bersandarlah kapal-kapal para saudagar kaya di pantai Ampenan Lombok. Kedatangan para pedagang dari beberapa daerah dan negara ini untuk menyempurnakan ajaran agama Islam yang dirasa kurang sempurna saat itu. Mereka datang dari Palembang, Kalimantan,Sulawesi dan negeri kerajaan Arab Saudi. Pantai yang berolkasi di Ampenan selatan ini kerap di jadikan tempat perdagangan para saudagar yang berkunjung ke Lombok. Bebagai macam transaksi jual beli disajikan dipantai ini pada jamannya. Tak heran Para saudagar tersohor dari berbagai wilayah menyandarkan kapalnya dipantai ini.
Menurut H. Jalaludin Arzaki yang dikonfirmasi Sambiwarga dikediamannya menuturkan, pantai Ampenan pernah didatangi kelompok Datun Ribandan atau dikenal dengan datun Ribandang keturunan Minagkabau. Datun Ribandang datang untuk menyempurnakan agama Islam di Lombok. Kala itu ada beberapa rukun (ketentuan) dari agama Islam belum disempurnakan, yang mana rukun(ketentuan) sebelum datangnya Datun Ribandang adalah Syahadat, Sholat, Puasa. Rombongan Datun Ribandang pun menyempurnakannya menjadi lima rukun dengan menambahkan rukun Zakat dan Haji. Setelah semuanya dikatakan sempurna dengan melengkapi kelima rukun dalam Islam, tepatnya pada abad ke-17 bersandarlah rombongan kapal pedagang melayu asal Palembang. Kali ini, rombongan para saudagar melayu ini datang untuk melakukan pemantapan dari ajaran agama islam yang sudah diajarkan oleh para saudagar sebelumnya. Diantara sekian banyak pedagang dan para saudagar melayu itu, muncul salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh. Tokoh ini dianggap berperan penting dalam penyebaran dan pemantapan pemahaman ajaran agama Islam. Ia adalah Penghulu Agung, sosok yang di hormati warga pesisir Ampenan Lombok.
Budayawan kesohor asal Lombok yang juga Ketua Majelis Krama Adat Sasak lebih lanjut mengatakan, sang pedagang melayu asal Palembang itu dikenal ramah dalam berinteraksi dengan warga sehingga ia sangat segani. Sambil berdagang ia menyebarkan agama Islam sampai ahirnya ia wafat di Lombok. Melihat tokoh yang begitu di segani dan sangat berpengaruh di wilayah Ampenan, sejak itulah nama pantai Ampenan bagian selatan tepatnya di wilayah Gatep deberi nama pantai Penghulu Agung yang dikenal sampai saat ini. Makam penghulu Agung pun dimakamkan di pemakaman Bintaro Ampenan, kata Jalaludin menceritakan.
Saat ini,puing-puing berejarah itu sudah tak terlihat, dermaga tempat bersandarnya kapal para saudagar itupun hanya menyisakan cerita. Hanya terlihat sebuah mercusuar sirine pengaman yang berdiri tegak di pinggir pantai Penghulu Agung Ampenan. Keberadaan Pantai Penghulu Agung yang menyimpan sejuta cerita mengundang simpatik salah satu seniman asal Lombok, Irwan Prasetya. Irwan pun kemudian menciptakan lagu yang berjudul Pantai Penghulu Agung. Dikatakan, Pemerintah Kota Mataram akan menjadikan kawasan pantai penghulu agung Ampenan sebagai destinasi wisata baru. “Di pantai ini nantinya akan dijadikan tempat berkumpulnya kuliner-kuliner Lombok untuk di perdagangkan terutama kuliner hasil laut. Beberapa sarana sudah mulai dilakukan pembenahan seperti pelebaran jalan dipinggir pantai dan penataan lingkungan pantai,” tukas Prasetya. (dj)



Gendu Rasa Dorong Akselerasi Pembangunan Daerah




Suasana Diskusi Tematik 
pada Acara Gendu Rasa Siu Ate Sopoq Angen
GANGGA (SAMBI WARGA), Masyarakat Lombok Utara memiliki pelbagai agenda pembenahan dalam rangka membangun daerah menuju perubahan yang dicita-citakan. Agenda tersebut punya satu tujuan supaya daerah otonomi baru ini bisa menyetarakan diri dengan daerah lain di Indonesia setidaknya dengan daerah kabupaten/ kota yang ada di lingkup Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Salah satunya melalui acara Gendu Rasa Siu Ate Sopoq Angen, sebuah acara tempat bertemunya para pihak dalam menentukan arah pergerakan pembangunan di daerah Kabupaten Lombok Utara. Acara ini yang mengambil tajuk Persembahan Bintang Paer Daya ini dirancang dengan desain yang apik sehingga dapat berjalan lancar sesuai harapan bersama. Kesuksesan itu tercapai berkat kerjasama dan prakarsa Bappeda KLU bersama YLKMP dan Access Phase II.  Para peserta gendu rasa ini berasal dari latar belakang yang berbeda warga, pemerintah, aktivis, kader pembangunan desa, organisasi non pemerintah, akademisi, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan sekabupaten Lombok Utara.  Dalam acara ini segenap  lapisan masyarakat Lombok Utara diakomodasi dalam satu rasa dan keinginan. Gendu rasa sendiri bermakna berbagi rasa diantara seluruh elemen masyarakat dayan gunung untuk mensharingkan pelbagai hal terkait biduk agenda pembangunan serta perubahan yang terjadi dalam menata laju pembangunan di daerah yang masih muda belia ini.
Menurut Kamardi, istilah gendu rasa diangkat dari bahasa sederhana masyarakat Lombok Utara yang berasal dari bahasa leluhur nenek moyang terdahulu. Meskipun para peserta acara ini berangkat latar belakang keyakinan dan agama yang berbeda namun rohnya tetap satu, yaitu penyatuan tekad yang bulat dengan harapan agar bersemainya kemajuan bagi daerah baru di Nusa Tenggara Barat ini. Kamardi menuturkan, YLKMP telah berhasil menyeleksi bintang-bintang pembangunan paer daya. Mereka yang terpilih adalah orang-orang yang telah sukses gemilang mengangkat dan mempromosikan potensi daerah yang selama ini masih terpendam. Dalam hidupnya, mereka selalu menggaungkan kreativitas, produktivitas, karya nyata dengan daya imajinasi masing-masing. Sehingga, outputnya banyak warga di level desa mampu melihat, menilai lalu berperan aktif dalam proses pembangunan di desa masing-masing.    
Pertemuan sinergitas antara berbagai elemen daerah yang digelar di Gedung Serbaguna Kabupaten Lombok Utara,  Senin 23 Desember 2013, berhasil menampung pelbagai dinas terkait seperti Bappeda KLU, BPMD KLU, Dinas Sosnakertrans KLU, Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan informatika KLU, dan Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga KLU beserta non government organisation yang telah berkontribusi nyata dalam akselerasi pembangunan daerah seperti AIPD, Access, Mitra Samya, LMNLU, LSDM, dan media lokal.
Pertemuan yang diselenggarakan dua hari tersebut akan mengupas tuntas tiga isu strategis berkait hajat hidup rakyat Kabupaten Lombok Utara, yakni Pelayanan Publik (PP), Perencanaan Pembangunan Partisipatif (PPP), dan Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif/Lokal Economics Development (LED). Penemuan benang merah dari tiap isu tersebut dikupas melalui forum diskusi tematik antara pemerintah daerah dengan masyarakat dayan gunung maupun pihak-pihak terkait lainnya. Pertemuan rutin tahunan masyarakat paer daya ini berhasil menggali berbagai informasi komprehensif mengenai problem urgentif kondisi terkini Lombok Utara, identifikasi dan seleksi para aktor pembangunan daerah serta hal-hal penting lain yang perlu diinisiasi bersama guna mempercepat akselerasi pembangunan di gumi paer daya pada masa mendatang.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menyambut positif pertemuan yang digagas oleh YLKMP bersama Bappeda KLU tersebut. Apresiasi positif itu terkuak dari pesan Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu, SH saat membuka secara resmi kegiatan lintas aktor pembangunan daerah tersebut. Dalam wejangannya, Djohan menyatakan, sesungguhnya Lombok Utara memiliki banyak aktor untuk percepatan pembangunan di gumi bersesanti Tioq Tata Tunaq. Aktor-aktor itu merupakan energi positif untuk memajukan daerah menjadi lebih maju dan beradab kedepan. Ia kemudian menyadari bahwa pembangunan daerah tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, lewat pertemuan tahunan itu, Bupati mengajak semua elemen untuk bersilaturahmi satu sama lain serta menghiasai gumi Tioq Tata Tunaq dengan prestasi-prestasi.
Di samping itu, menurut Djohan, gendu rasa merupakan ajang saling kenal, evalusi, dan ajang berbagi ide, gagasan, dan pemikiran diantara sesama warga dayan gunung untuk kemajuan daerah kedepan. Dalam kesempatan itu, Bupati Djohan juga menyampaikan keberhasilan KLU dalam meraih prestasi 3 nasional di bidang pemberdayaan perempuan lewat PKK. Prestasi itu, sambungnya, bukan prestasi pemerintah tapi prestasi seluruh warga masyarakat Kabupaten Lombok Utara.
Pertemuan yang dimulai sejak pukul 09.00 waktu setempat dihadiri oleh lebih kurang 500 orang dari semua desa yang ada di Lombok Utara dan acara penutupan seremoni pembukaan itu  ditandai dengan Louncing Peta Digital, sebuah program prioritas Bappeda Lombok Utara untuk memvalidasi data penduduk beserta segenap potensi yang dimiliki guna memudahkan proses penanggulangan pelbagai problem pembangunan daerah termasuk permasalahan kependudukan yang selama ini masih menjadi persoalan krusial di dayan gunung. (dj).                

Sabtu, 31 Agustus 2013

**Refleksi Makna Kemerdekaan

Secara fisik, sudah 68 tahun bangsa Indonesia lepas dari belenggu penjajahan. Namun, kenyataannya negeri ini masih carut marut di segala bidang, bahkan mungkin akan lebih dari kenyataan pahit saat ini. Tak ayal lagi Indonesia masih terpuruk dibandingkan negara lainnya. Anehnya, di tengah-tengah keterpurukan ini sebagian kalangan malah berfoya-foya dengan dalih merayakan kemerdekaan. Ia terlena akan makna kemerdekaan sejati.
Gempita kemerdekaan sangat marak menjelang ritual peringatan ke 68 tahun Indonesia mengenang kebebasannya beberapa waktu lalu di sela-sela hiruk pikuknya kota hingga merambah ke desa-desa. Lampu kerlap-kerlip pun ikut menghiasi dan menghidupkan suasana keceriaan. Selaksa ikut menyambut kemerdekaan Republik Indonesia. Sesekali terdengar pekikan “merdeka” oleh anak-anak kecil seakan-akan mengajak kita kembali pada masa-masa perjuangan dulu. Dengan penuh riang gembira, bangsa Indonesia mulai anak-anak sampai orang dewasa menyambut kemerdekaannya.
Sudah menjadi tradisi bernegara, di setiap hari-H kemerdekaan diselenggarakan upacara kemerdekaan. Mulai dari sekolah-sekolah sampai instansi-instansi pemerintahan. Beraneka macam cara ditempuh untuk memperingati kemerdekaan, sebagian kalangan berbagai macam perlombaan, karnaval, dan bahkan ada yang berjoget ria sambil mabuk-mabukan. Intinya, mereka ingin mengekspresikan keceriaannya dengan beragam cara. Sampai-sampai mereka lalai dan tak peduli akan arti dan spirit perjuangan para pejuang bangsa.
Kendatipun sudah 68 tahun telah menikmati kemerdekaan, bukan berarti bangsa Indonesia bisa ongkang-ongkang dengan seenaknya. Seakan-akan telah usai dari garapan besarnya. Kita harus sadar bahwa cita-cita luhur para pejuang kemerdekaan belum tercapai secara sempurna. Secara fisik kita memang merdeka, tetapi secara politik, ekonomi, budaya, ideologi, dan kebebasan berpikir kita masih berada di bawah cengkeraman orang-orang Barat. Agenda besar yang ada di hadapan bangsa Indonesia saat ini adalah mengentaskan dirinya dari belenggu imperialisme baru. Bukannya melakukan hura-hura yang justru tidak menghargai tetesan keringat para pejuang. Perjuangan bangsa Indonesia dibayar dengan cucuran darah dan air mata, karenanya kita tidak boleh mengacuhkannya begitu saja. Kita harus melanjutkan perjuangan mereka menuju kemerdekaan yang hakiki. Dalam konteks ini, kita perlu merefeleksi ulang makna hakiki sebuah kemerdekaan.
Pada dasarnya, manusia terlahir di muka bumi ini dengan sejuta kebebasan. Terlepas dari sekapan-sekapan kekuasaan di luarnya. Punya keleluasaan hak yang tidak boleh dirampas oleh pihak lain. Sebagaimana telah diujarkan oleh Sahabat Nabi Umar RA, bahwa sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan merdeka. 
Islam adalah agama pembebas. Isi utamanya mengembalikan kemerdekaan dan hak-hak manusia yang telah dirampas oleh pihak-pihak yang bertindak sewenang-wenang. Melalui semboyan “La Ilaaha Illallah” ada isyarat yang nyata akan adanya kemerdekaan secara purna dalam Islam. Dengan pernyataan “Laa Ilaha” berarti manusia telah melepaskan dirinya dari penghambaan dan ketundukan dari kekuatan mana saja yang menghegemoni dirinya. Tapi perlu diingat, bahwa kebebasan yang kelewat batas akan menimbulkan anarkisme. Maka, perlu dihadirkan kata “Illallah”, artinya meskipun manusia punya kebebasan secara penuh, tapi masih dalam rel agama Allah SWT. Sahabat Ali RA, pernah mengingatkan kita dengan mengungkapkan sebuah wasiatnya: “Jangan sampai kalian menjadi budak orang lain, padahal kalian diciptakan Allah dalam keadaan merdeka”.
Islam secara tegas memerangi segala macam bentuk penjajahan. Tidak hanya penjajahan secara fisik saja. Tetapi di mana saja manusia merasa dirampas dan diinjak-injak hak-haknya, baik secara politik, ekonomi, ideologi, dan sosial. Dengan lantang Islam menyuarakan kemerdekaan dan melawan segala bentuk penjajahan tersebut. Dari sekian bentuk penjajahan di muka bumi ini yang paling berbahaya adalah keterkungkungan dalam sisi ideologi (kepercayaan). Karena disinilah akar dari segala bentuk penjajahan lainnya. Pasalnya, manusia yang mau diperbudak secara ideologi akan menjadikannya tunduk dan bertekuk lutut. Bahkan demi mempertahankan ideologi, manusia rela mengorbankan nyawanya. Oleh karenanya, sejak awal Islam memberikan kemerdekaan dalam ideologi. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “maka apakah kamu hendak memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”.  
Islam juga sangat menghargai kemerdekaan manusia dalam lini yang lain, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, sebagaimana yang pernah diujarkan Nabi “Sesama umat Islam tidak boleh melanggar darah, harta, dan kehormatannya”. Ini berarti Islam sangat menghargai HAM, jiwa, harta, dan kehormatan yang tidak boleh diinjak-injak oleh orang lain. Bukan saja antara sesama muslim melainkan kepada manusia secara keseluruhan. Meskipun telah merayakan kemerdekaan yang ke 68 kali, namun belum menemui tujuan akhir, sebab cita-cita luhur pejuang bangsa terdahulu belum tercapai yaitu membangun bangsa Indonesia yang mandiri tanpa tercabik-cabik oleh kekuatan lain, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sisi ideologi sebagaimana kemerdekaan yang diidealkan Islam. Menengok realitas yang terjadi Indonesia baru sampai setengah perjalanan saja, belum sampai kemerdekaan sejati.
Kemerdekaan yang diraih melalui pengorbanan para pejuang adalah suatu kenikmatan agung. Sehingga, cara kita mensyukurinya dengan mendayagunakan nikmat yang diperoleh ke arah ridha Allah SWT bukan berhura-hura dan berpesta fora. Ada beragam media untuk menampakkan rasa syukur kita. Pertama, syukr al-Qalbi, dengan cara merenungi kebesaran Tuhan, berkomitmen tinggi. Kedua, syukr al-Lisan, dengan cara mengagungkan Allah, berdzikir, bertasbih, dan sebagainya. Ketiga, syukr al-Badan, dengan cara melaksanakan amal kebajikan sesuai tujuan kenikmatan itu diberikan. Keempat, syukr Bil Mal, dengan cara mendermakan harta yang kita miliki ke jalan Allah SWT. Kelima, syukr al-Nafs, dengan cara meninggalkan buaian syahwat.  
Sudah menjadi tradisi yang tidak terlepas di setiap bulan kemerdekaan, bangsa Indonesia memarakkannya dengan berbagai akktivitas. Secara umum ada tiga bentuk perayaan yang dilakukan masyarakat umum. Pertama, peringatan bersifat seremonial, semacam upacara. Bentuk ini penting dilestarikan karena peringatan kemerdekaan dapat menjadikan renungan bagi kita, pelajaran untuk menapaki langkah ke depan, dan mengenang jasa-jasa para pejuang. Kedua, peringatan yang memberikan manfaat, baik secara vertikal maupun horizontal, semacam mengadakan pengajian, tahlil, berziarah ke makam pahlawan, menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Bentuk kedua ini yang harus selalu dikembangkan sebagai bentuk rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan. Semakin kita bersyukur niscaya Allah akan semakin melimpahkan kenikmatan-Nya.
Ketiga, peringatan yang berbentuk hura-hura. Semacam karnaval, aneka macam lomba, pagelaran musik, pesta pora dan bentuk kegiatan lain yang mengekspresikan kegembiraan. Kegembiraan semacam ini adalah hal mubah senyampang tak melanggar aturan syara’, semisal mabuk-mabukan, menghambur-hamburkan uang. Sementara di sekeliling kita masih banyak masyarakat yang membutuhkan uluran tangan. Wal hasil, peringatan kemerdekaan merupakan hal yang harus dilestarikan sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT., disamping kita harus sadar akan tujuan para founding father kita membangun negeri ini. Dengan rela para pejuang mengorbankan jiwa dan raganya demi membela harga diri bangsa. Alangkah naifnya, jika kita berhura-hura dengan bertopeng peringatan kemerdekaan, sementara kita alpa akan spirit kemerdekaan sejati.               

 * Sarjono adalah pekerja sosial dan jurnalis warga







Halal Bihalal dan Sarasehan Anak Utara : Pendidikan Modal Utama Membangun

Sekda KLU, Drs.H.Suardi, MH saat jadi pembicara sarasehan pendidikan


GANGGA KM SAMBI WARGA, Idul Fitri memiliki arti kembali kepada kesucian atau kembali ke asal kejadian. Idul Fitri diambil dari bahasa Arab, yaitu ‘fithrah’, yang berarti suci.
Sebagai puncak dari seluruh kegiatan selama bulan Ramadhan 1434 H tahun ini, pada hari Minggu 25 Agustus 2013 lalu di ruang Aula Kantor Bupati Lombok Utara, telah diselenggarakan acara Halal Bihalal yang dirangkai dengan sarasehan pendidikan dengan melibatkan seluruh keluarga besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Lombok Utara Yogyakarta.
Kebersamaan rasa sebagai satu ikatan keluarga besar IPMLU tercermin dalam acara Sarasehan dan Halal Bihalal tersebut. Dalam laporannya, Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Lombok Utara Yogyakarta, Raden Prawangsa Jayaningrat mengungkapkan, kegiatan sarasehan yang dirangkai dengan halal bihalal itu merupakan agenda tahunan putra-putri dayan gunung yang menuntut ilmu di Yogyakarta. Acara itu jauh-jauh hari sudah dipersiapkan sebagai buah tangan pulang lebaran dari kota gudeg. Diusungnya kegiatan sarasehan pendidikan, lanjut Jayaningrat, karena pendidikan merupakan aset masa depan daerah. “Hanya pendidikan yang mampu mengawal dan mengubah nasib daerah, terlebih lagi bagi Lombok Utara yang baru berumur 5 tahun, sudah barang tentu membutuhkan sumber daya manusia yang memadai dan berkualitas agar cita-cita mewujudkan daerah otonom yang maju dan mandiri dapat tercapai,”  cetus Prawangsa.
Yoga, sapaan akrab Prawangsa Jayaningrat, menambahkan, sebagai duta Lombok Utara, para pelajar dan mahasiswa yang terhimpun dalam IPMLU merasa berkewajiban ikut serta membangun gumi adi mirah paer daya lewat konsep pendidikan yang benar,   humanis dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Ini penting karena era otonomi daerah memandatkan setiap daerah harus mampu menyeting format pendidikan sendiri sesuai kebutuhan. Karena itu salah satu mandat otonomi daerah. “Sejauh ini kami melihat konsep pendidikan di daerah ini kurang cocok dengan kebutuhan, sehingga kami berinisiatif membincangkan persaoalan ini lewat sarasehan hari ini,” tutur Yoga.       
Sementara Ketua Panitia Sarasehan, Beni Ramadan dalam laporan singkatnya menuturkan, pada bulan Ramadhan tahun ini, IPMLU mengadakan beberapa kegiatan seperti buka puasa bersama dan bakti sosial pembersihan area sekolah alam Sokong, sebuah wadah pendidikan kreatif, humanis dan elegan asuhan Nursida Syam salah seorang perintis yang membidani lahirnya IPMLU Yogyakarta tahun 2002 lalu.
Setelah laporan Raden Prawangsa Jayaningrat, Ketua Umum IPMLU dan Beni Ramadan Ketua Panitia Sarasehan & Halal Bihalal 1434 H, acara dilanjutkan dengan sarasehan dengan tema “Peran dan Posisi Pemerintah Daerah terhadap Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Utara”. Sarasehan itu diisi oleh tiga narasumber, masing – masing Bupati diwakili Sekda Lombok Utara, Kepala Dinas Dibudpora KLU dan Nursida Syam (alumni IPMLU Yogyakarta) dan dimoderatori Sarjono, S.I.Kom., mantan Ketua IPMLU. Sekda Lombok Utara, H. Suardi, MH mengatakan, bahwa dalam rangka mengembangkan pendidikan dan kebudayaan di kabupaten yang baru berumur 5 tahun itu, pemerintah daerah telah mencanangkan gerakan kembali ke khittah pendidikan. Salah satu wujud implementasi gerakan tersebut adalah menggalakkan materi-materi pelajaran agama di semua sekolah dalam pelbagai jenjang dan jenis lembaga pendidikan yang ada baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Di samping itu, juga dicanangkan program “Maghrib Mengaji” dan “Bulan Maulid sebagai Bulan MTQ”. Untuk kedua kegiatan ini pemerintah telah mendorong masyarakat untuk membentuk TPQ di setiap dusun serta mensuport pendanaannya melalui anggaran dan belanja daerah. “Program ini adalah langkah awal pengembangan pendidikan dan kebudayaan di KLU. Dimana program tersebut kita dorong secara kontinyu dan berkelanjutan supaya kita menuai hasilnya di masa mendatang,” ujar sekda.
Hampir senada dengan Sekda, Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Lombok Utara Drs. H. Suhrawardi, M.Pd, mengatakan, demi mewujudkan pencanangan gerakan kembali ke khittah pendidikan itu, pihaknya telah melakukan pelbagai upaya seperti pemberantasan buta aksara lewat program kerja paket dan keaksaraan fungsional bagi masyarakat yang telah dilaksanakan di pelbagai lapisan masyarakat KLU. Di samping itu juga membenahi sarana-prasarana pendidikan seperti penambahan ruang kelas baru, pengadaan perpustakaan sekolah, pengadaan musholla di setiap sekolah maupun peningkatan kapasitas pelaku pendidikan seperti peningkatan kualitas guru lewat uji kompetensi guru, pemberian tunjangan fungsional, diklat kurikulum dan manajemen kependidikan serta pemberian sertifikasi kepada guru yang dinilai layak dan kompeten serta meningkatkan kemampuan guru dalam bidang informasi dan teknologi. “Tujuan kita sejauh ini bagaimana para pelaku pendidikan di Lombok Utara terutama guru agar lebih cekatan dalam mengajar dan mendidik, selain mereka juga mesti ramah IT agar tidak gagap teknologi canggih,” tutur Suhrawardi.
Sedangkan Nursida Syam, mengungkapkan, wujud gerakan kembali ke esensi pendidikan itu dapat ditempuh melalu banyak cara tidak saja lewat lembaga pendidikan formal, namun pendidikan informal dan nonformal juga berperan penting. “Berbicara khittah berarti berbicara makna hakiki pendidikan itu sendiri,” cetusnya. Oleh karena itu, perlu ada aksi nyata di lapangan, bukan sekedar konsep apalagi retorika semata. Ia kemudian mencontohkan sekolah alam yang diasuhnya juga termasuk usaha nyata dari pemaknaan kembali ke esensi pendidikan. Lembaga pendidikan apapun jenisnya harus mampu mewujudkan insan yang humanis, intelektualis, religius, bermoral tinggi dan berakhlak mulia. “Yang terpenting dari pendidikan itu adalah peserta didik itu tidak tercerabut dari akar budaya, bermoral, punya akhlak yang baik serta mengutamakan sopan santun dalam setiap gerak nafas kehidupannya.                       
Setelah acara sarasehan usai, acara dilanjutkan dengan kegiatan saling bermaaf-maafan antara mahasiswa IPMLU, pemerintah daerah dan alumni IPMLU Yogyakarta serta para tamu undangan yang hadir. Acara yang dimulai sejak pukul 09.00 pagi itu diakhiri dengan makan siang bersama sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia nikmat yang selama ini telah diberikan kepada hamba-Nya. (dj)