MEDIA LOKAL RAMAH & AKURAT

Rabu, 20 Februari 2013

Merasa Diancam Bahaya, Warga Minta PT. SIC Pindahkan Jalur Water Way

Teknisi PT. SIC sedang menjelaskan Jalur Water Way PLTMH
di atas Gubug Anjah

GANGGA (KM SAMBI WARGA), Pembangunan mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro hingga saat ini sudah mencapai 70 % rampung. Namun, pembangunan ini tampaknya akan menuai banyak kendala dan hambatan, sehingga proses penggarapan proyek tidak berjalan mulus seperti rencana awal. Pembangunan yang dimulai dua tahun silam ini dianulir sebagian kalangan tak berjalan normal. Hal ini dikarenakan masih adanya persoalan yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan, salah satunya adalah belum tuntasnya polemik antara pihak perusahaan dengan warga Anjah terkait konstruksi saluran air (water way) yang berada 72 meter di atas pemukiman warga.
            Berkait penyelesaian masalah yang melibatkan pihak perusahaan dan warga setempat, pemerintah daerah Lombok Utara menggelar rapat untuk mengklarifikasi polemik yang selama ini belum menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak. Pemda Lombok Utara melalui Kepala Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, Anding Dwi Cahyadi, S.STP, MM beberapa hari lalu memfasilitasi pertemuan antara warga Anjah dengan PT. SIC. di Anjah San Baro Desa Bentek. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Hendara Widjaya dan Made Astra (PT. SIC), Lalu Junaidi (PT.HK), Kepala Kesbangpollinmas KLU, Asisten II KLU, PB AMAN RI, Dewan AMAN NTB, Pemdes Bentek, LPM Bentek, TSBD Bentek, Kepala Dusun San Baro, Pengurus BEDIL dan warga masyarakat Anjah. 
Menurut Anding, pertemuan tersebut diharapkan bisa menghasilkan titik temu antara warga dan pihak perusahaan. “Pertemuan ini saya harapkan bisa menghasilkan jalan keluar terhadap persoalan bahaya longsor yang membuat warga merasa terancam akan keselamatan jiwa dan keamanan mereka. Pemda hanya memfasilitasi saja. Perlu diingat bersama di satu sisi pembangunan proyek PLTMH ini harus tetap jalan, sementara keinginan warga Anjah selama ini mereka tuntut juga harus terpenuhi,” ujar Anding mengawali pertemuan.   
Pertemuan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari yang difasilitasi pemda ini murni diadakan untuk mengklarifikasi permasalahan yang membuat warga tidak aman menghuni rumah mereka, pasalnya konstruksi water way PLTMH berada 72 meter di atas pemukiman mereka dengan kemiringan 60 derajat. “Warga khawatir terhadap ancaman keselamatan jiwa dan harta benda mereka,” tutur Putrawadi.
Menurur Dewan AMAN NTB ini, fakta lapangan memperlihatkan bahwa apa yang membuat warga merasa was-was atas keselamatan mereka besar kemungkinan akan terjadi bila tidak segera diantisipasi dengan langkah yang tepat, karena topografi medan tanah tempat pembuatan saluran air sangat curam dan terjal yang dipadati oleh batu-batu besar.  Selain itu, lanjut Putrawadi, semua pihak termasuk pemerintah harus peka terhadap apa yang menjadi tuntutan mereka meski pembangunan proyek PLTMH ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak. Namun, tidak semestinya harus menelantarkan warga sekitar. “Perusahaan semestinya menyelesaikan kekhawatiran warga. Jangan hanya memikirkan kepentingan sendiri,” sergah Putrawadi yang diriuhi tepuk tangan peserta rapat seraya membeberkan temuan lapangan yang telah dicatat dalam bentuk peta.
Salah seorang wakil warga Anjah, Mariadi, mengungkapkan warga Anjah mendukung penuh pembangunan proyek PLTMH ini, namun tuntutan warga juga harus diperhatikan oleh pihak perusahaan. Jangan sampai rasa keamanan warga selama ini terganggu oleh aktivitas perusahaan. Untuk memberi bukti atas kekhawatiran warga, Mariadi, kemudian menunjukan fakta hasil temuan mereka yang dirilis dalam bentuk peta sederhana saat menyurvei tempat pembuatan saluran air yang berjarak 72 meter di atas pemukiman warga Anjah. “Ini lho fakta lapangan yang membuat kami merasa tidak aman selama ini,” tutur Mariadi seraya menunjuk rencana lokasi saluran air kepada semua peserta rapat. Warga, lanjut Mariadi, punya alasan logis kenapa mereka menuntut keamanan dan keselamatan jiwa kepada perusahaan.
Dengan fakta itulah, sambung Putrawadi, dengan alasan apapun kampung Anjah harus diselamatkan. Untuk itu, Putawadi memberikan solusi agar perusahaan memindahkan  jalur saluran air dengan jarak 183,9 meter dari pemukiman warga. Jarak tersebut adalah titik aman bagi warga Anjah. “Ini demi kepentingan bersama, bukan kepentingan segelintir pihak,” ungkap Putrawadi.
Menanggapi tuntutan warga, Sate Manager PT. SIC, Hendra Widjaya, mengatakan,
sebelum penggarapan saluran air dikerjakan pihaknya telah melakukan kajian yang mendalam. “Tidak serta merta kami melakukan konstruksi saluran di atas kampung bapak-ibu tapi kami telah melakukan kajian konstruksi yang mendalam dengan berbagai ahli konstruksi. Jadi lokasi ini aman bagi warga. Kami melakukan dengan model disain konstruksi yang matang. Kami harap warga tenang. Bila terjadi sesuatu kami akan bertanggungjawab,” pinta Hendra.  Kenapa pihak perusahaan bersikukuh harus dilokasi yang disengketakan warga, menurut Hendra, karena posisi itu aman bagi warga setempat. Terkait permintaan pemindahan jalur yang dituntut warga, pihaknya tidak bisa memenuhi karena solusi itu tak bisa dilakukan PT SIC dan PT Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan. Untuk menjawab persoalan itu pihak perusahaan meminta warga untuk mengawasi pengerjaan konstruksi water way agar tidak terjadi syakwasangka terhadap pihaknya.    
Hampir senada dengan Hendra, Asisten II Pemerintah Daerah Lombok Utara, Ir. Ali Anshari, mengatakan di satu sisi warga ngotot harus pindah jalur, tapi di sisi lain, pihak perusahaan tidak bisa mengabulkan permintaan relokasi jalur tersebut. “Aman versi PT.SIC, tidak aman versi warga,” inilah titik persoalannya ujar Ali. Namun, kata Ali, terkait problem warga Anjah pihaknya memaklumi dan memang harus ada jaminan bagi warga sekitar. “Memang ada tantangan yang perlu kita selesaikan. Kami harap pertemuan ini bisa menghasilkan solusi yang tepat. Hakikatnya proyek harus berjalan dengan aman dan lancar sehingga aman bagi semua. Sebab prinsip pembangunan proyek ini adalah demi kepentingan kita semua. Ia mengandaikan bahwa pembangunan ini dari, oleh dan untuk masyarakat. Ini murni untuk kepentingan rakyat,” ujar Ali Anshari. 
Ali menegaskan bahwa pemerintah bukan hanya memperhatikan perusahaan tapi juga keamanan warga sekitar terutama keselamatan jiwa dan harta benda masyarakat. Menurut Ali, ini merupakan dinamika pembangunan sebab warga bukan saja objek tapi juga subjek dari pembangunan. “Proyek ini jelas untuk kepentingan masyarakat bukan kepentingan pihak tertentu,” ketus Ali. Ia meminta agar masyarakat tidak terlampau jauh berpikir akan dampak negatif pembangunan PLTMH, sebaliknya berpikir tentang dampak positif bagi kemajuan daerah. Bila terjadi kejadian yang tak diinginkan Pemda KLU tak tinggal diam. Jadi klausul kekhawatiran warga akan dijamin baik oleh PT SIC maupun Pemda Lombok Utara.     
   Mempertegas pernyataan Ali, Kamardi, SH, Pengurus Besar AMAN Indonesia, mempertanyakan, bentuk jaminan keamanan bagi warga. PT SIC dan Pemda Lombok Utara perlu mewujudkan jaminan rasa aman yang dijanjikan kepada masyarakat. Untuk itu, perlu adanya pertemuan Tripartit antara pihak perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat demi mewujudkan jaminan keamanan. “Jaminan kemanan itu mesti diwujudkan secara real, bukan hanya retorika belaka,” singgung PB AMAN yang juga mantan Kepala Desa Bentek ini.  
Pertemuan yang memakan waktu dua jam itu tidak menemui jalan keluar karena warga dan PT belum bisa menyepakati hal-hal yang ditawarkan PT SIC dan Pemda Lombok Utara, sehingga pertemuan berakhir deadlock, dimana seluruh peserta rapat menyapakati pertemuan ditunda sampai adanya kesepakatan untuk rapat kembali. (Dj)   

Tidak ada komentar: